05/11/08

Tarsir baru

Dalil Bolehnya Shalat Jamak Tanpa Halangan
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Israa: 78)
Dalil Solat jamak tidak dalam takut & tidak dalam bepergian:
Semua Kitab Referensi dari jalur Ahlussunnah Wal Jama’ah.
SAHIH MUSLIM:
“Muslim telah meriwayatkan dalam shahih-nya, pada bab Jamak antara Dua Shalat dalam Kondisi Hadir. Ia berkata, ‘Yahya bin Yahya telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, ‘Saya mendengar dari Malik dari Abi Zubair, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Nabi saw shalat Zuhur dan Ashar bersamaan, Maghrib dan Isya bersamaan, tidak dalam keadaan takut dan tidak pula dalam safar.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih Muslim, juz. 1, bab Jamak antara Dua Shalat dalam Keadaan Hadir, hadis no. 1146).
SAHIH MUSLIM
“Ahmad bin Yunus dan ‘Aun bin Salam bersamaan memberitakan kepada kami dari Zubair, Ibnu Yunus berkata, ‘Zuhair memberitakan kepada kami, Abu Zubair memberitakan kepada kami, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw shalat Zuhur dan Ashar bersamaan di Madinah tidak dalam keadaan takut dan tidak pula dalam safar. Abu Zubair berkata, ‘Saya bertanya pada Sa’id, ‘Kenapa beliau saw melakukan demikian?’ ia menjawab, ‘Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas sebagaimana Andaa bertanya padaku, dan ia menjawab, ‘Beliau saw menghendaki agar tidak ada seorang pun dari uatnya yang terbebani.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih Muslim, Juz 1, Hadis no. 1147).
SUNAN ABU DAWUD:
“Abu Dawud dalam Sunan-nya meriwayatkan dengan catatan kaki (hamisy) darinya (Aun al-Wadud fi Syarh Sunan Abu Dawud): Dari Malik, dari Abu Zubair al-Makki, dari Sa’id bin Jubair, dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, ‘Nabi saw melaksanakan shalat Zuhur dan Ashar bersamaan, Maghrib dan Isya bersamaan dalam kondiri bukan karena takut dan bukan pula dalam perjalanan.’ Abu Dawud berkata, ‘(hadis di atas) telah diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah seperti demikian dari Abi Zubair.’ Dan telah diriwayatkan pula oleh Qurrah bin Khalid bin Abi Zubair.’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan Abu Dawud, oleh Sulaiman bin al-‘Asy’ast Abu Dawud as-Sajastani al-Azdi, juz 2, hal. 2-6, bab Menjamak Bagi yang Muqim, hadis no. 1210)
SUNAN AN-NASA’I:
An-Nasa’i juga meriwayatkan dalam Sunan-nya, bab Jamak antara Dua Shalat dalam Kondisi Hadir (Muqim), ia berkata: “Qutaibah memberitakan kepada kami dari Malik, dari Abi Zubair, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibn Abbas, ia berkata: ‘Rasulullah saw shalat Zuhur dan Ashar bersamaan, Maghrib dan Isya bersamaan tanpa adanya takut dan tidak pula lantaran safar (perjalanan).’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan an-Nasa’i, juz 1, hal. 290, hadis no. 597, dan dalam kitab as-Sunan al-Kubra li an-Nasa’i, oleh Ahmad Syu’aib an-Nasa’I, juz 1, hal. 491, bab Menjamak Shalat untuk Musafir dan lain-lain)

MUSNAD AHMAD:
“Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin Utsman bin Shufyan bin Umayah al-Jamhi, ia berkata, ‘al-Hakam bin Aban ia memberitahukan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw melakukan shalat di Madinah dalam kondisi muqim dan tidak musafir tujuh dan delapan.’” Pensyarah mengatakan, ‘Isnad (sanad)nya sahih.” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal, juz. 3, hal. 283, hadis no. 1929)
MUSNAD AHMAD:
“Dari Ibn Abbas, ia berkata, ‘Nabi saw menjamak antara Zuhur dan Ashar di Madinah, tanpa safar dan takut.’ Ia berkata, ‘Saya berkata kepada Abu Abbas (Ibnu Abbas), ‘Untuk apa beliau melakukan demikian itu?’ Ia menjawab, ‘Beliau saw menghendaki agar tidak membebani seorang pun dari umatnya.’” Pensyarahnya mengatakan, “Isnad (sanad)nya sahih.” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal, juz. 4, hal. 191, hadis no. 2567)
MUSNAD AHMAD:
“Yahya memberitahukan kepada kami, dari Daud bin Qais, ia berkata, ‘Shaleh memberitakan kepada kami dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya tanpa hujan dan tanpa safar.’ Mereka bertanya, ‘Wahai Ibnu Abbas, apa yang beliau saw inginkan dengan itu?’ ia menjawab, ‘Kelapangan pada umatnya.’” Pensyarahnya mengatakan, “Isnad (sanad)-nya sahih.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal, juz. 5, hal. 81, hadis no. 3065)
Dalil Solat jamak tidak dalam takut & tidak dalam hujan:
MUSNAD AHMAD:
“Telah memberitahukan kepada kami Yahya, dari Syu’bah, memberitahukan kepada kami Qatadah, ia berkata, ‘Saya pernah mendengar Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw pernah menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah tanpa ada takut dan tanpa ada hujan. Ditanyakan kepada Ibn Abbas, ‘Apa yang menyebabkan Nabi saw melakukan hal seperti itu?” ia berkata, “Ia menghendaki agar umatnya tidak merasa kesulitan kelak.’” Pensyarah mengatakan, ‘Isnad (sanad)nya sahih’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal juz 3, hadis no. 1852)
MUSNAD AHMAD:
“Yahya memberitahukan kepada kami, dari Daud bin Qais, ia berkata, ‘Shaleh memberitakan kepada kami dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya tanpa hujan dan tanpa safar.’ Mereka bertanya, ‘Wahai Ibnu Abbas, apa yang beliau saw inginkan dengan itu?’ ia menjawab, ‘Kelapangan pada umatnya.’” Pensyarahnya mengatakan, “Isnad (sanad)-nya sahih.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal, juz. 5, hal. 81, hadis no. 3065)
MUSNAD AHMAD:
“Waki’ telah memberitakan kepada kami, al-A’masy telah memberitakan kepada kami dari Habib bin Abi Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, Ia berkata, ‘Rasulullah saw telah menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah tanpa hujan dan tanpa takut.’ Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Untuk apa beliau saw melakukan demikan?’ ia menjawab, ‘Agar tidak memberatkan umatnya.’” Pensyarahnya mengatakan, ‘Sanadnya Sahih.’ (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal, juz. 5, hal. 113, hadis no. 3152)
SAHIH MUSLIM:
“Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib memberitakan kepada kami, keduanya berkata, ‘Abu Mu’awiyah dan Abu Kuraib dan Abu Sa’id al-Asyajj memberitakan kepada kami dengan perkataan Abi Kuraib. Keduanya, yakni Abu Kuraib dan Abi Sa’id berkata, ‘Waki memberitakan kepada kami, dari al-A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw telah menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah dalam kondisi tidak ketakutan dan tidak pula hujan.’ Dan dalam hadis Waki, ia berkata, ‘Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Untuk apa beliau saw melakukan demikian?’ ia menjawab, ‘Agar tidak memberatkan umatnya.’ Dalam hadis Abi Mu’awiyah, ‘Dikatakan kepada Ibnu Abbas, ‘Apa yang beliau kehendaki dari itu?’ ia menjawab, ‘Beliau saw menghendaki agar tidak membebani umatnya.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih Muslim, Hadis no. 1151).
SUNAN ABU DAWUD:
Abu Dawud dalam Sunan-nya meriwayatkan: “Abu Dawud berkata, ‘Utsman bin Abi Syaibah memberitahukan kepada kami, Abu Mu’awiyah telah memberitahukan kepada kami, al-A’masy telah memberitahukan kepada kami dari Habib bin Abi Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibn Abbas, ia berkata, ‘Rasulullah saw telah menjamak antara shalat Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena takut atau hujan.’ Maka ditanyakan kepada Ibn Abbas, ‘Apa yang beliau kehendaki darinya?’ Ia menjawab, ‘Beliau menghendaki agar tidak membebani umatnya.’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan Abu Dawud, oleh Sulaiman bin al-‘Asy’ast Abu Dawud as-Sajastani al-Azdi, juz 2, hal. 2-6, bab Menjamak Bagi yang Muqim, hadis no. 1211)
SUNAN ABU DAWUD:
Abu Dawud mengatakan dalam Sunan-nya: “Sulaiman bin Harb dan Musaddad memberitakan kepada kami, ia berkata: ‘Hammad bin Zaid telah memberitakan kepada kami, Amr bin Aun telah memberitakan pada kami, Hammad bin Zaid telah memberitakan kepada kami, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: ‘Nabi saw shalat bersama kami di Madinah delapan dan tujuh; Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya.’” Abu Dawud mengatakan: “Hadis diriwayatkan oleh Shaleh, dari Ibn Abbas, yang mengatakan: “Tidak dalam keadaan hujan.”” Pensyarah itu mengatakan: “Perkataan Nabi saw shalat bersama kami di Madinah delapan dan tujur; Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya” yakni delapan bersamaan dan tujur bersamaan, sebagaimana dijelaskan pada halaman-halaman yang telah lalu. (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan Abu Dawud, oleh Sulaiman bin al-‘Asy’ast Abu Dawud as-Sajastani al-Azdi, juz 2, hal. 2-6, bab Menjamak Bagi yang Muqim, hadis no. 1214)
SUNAN AT-TURMIDZI:
“At-Turmudzi dalam Sunan-nya mengatakan, pada bab Jamak antara Dua Shalat pada Kondisi Tidak Musafir (hadir). Dia berkata: ‘Hannad memberitakan kepada kami, telah memberitakan kepada kami Abu-Mu’awiyah, dari A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibn Abbas, ia berkata: ‘Rasulullah saw telah menjamak antara Zuhur dan Ashar, dan Antara Maghrib dan Isya di Madinah dalam kondisi tidak takut dan tidak hujan.’ Dia berkata: ‘Maka dikatakan kepada Ibn Abbas: ‘Apa yang beliau kehendaki dengan itu?’ Ia berkata: ‘Beliau menghendaki agar tidak memberatkan umatnya.’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan at-Turmudzi, oleh Muhammad bin at-Turmudzi, juz 1, hal. 354, bab Menjamak dalam Kondisi Muqim, hadis no. 187. Juga dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi syarah ‘ala Sunan at-Turmudzi, juz 1, hal. 475-480, bab Menjamak Shalat dalam Kondisi Muqim)
SUNAN AN-NASA’I:
“Telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz bin Abi Razmah, namanya adalah Ghazwan, ia mengatakan: ‘Al-Fadhl bin Musa memberitakan kepada kami dari al-A’masy, dari habib bin Abi Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas: ‘Sesungguhnya Nabi saw shalat di Madinah dengan menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya tidak dalam kondisi takut ataupun hujan.’ Dikatakan kepadanya: ‘Untuk apa?’ Ia berkata: ‘Agar hal itu tidak menjadi beban bagi umatnya.’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan an-Nasa’i, juz 1, hal. 290, hadis no. 598)
Dalil Solat jamak tanpa halangan sedikitpun:
MUSNAD AHMAD:
“Yunus telah memberitahukan kepada kami, Hammad, yakni Ibnu Zaid memberitakan kepada kami, dari Zubair, yakni Ibnu Khurait, dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, ‘Pada suatu hari Ibnu Abbas berkhotbah setelah Ashar sampai matahari tenggelam dan mulai muncul bintang-bintang (gelap malam). Orang-orang mulai berkomentar seraya memanggil-manggilnya, (telah tibah waktu) shalat! Di antara orang-orang tersebut ada seseorang dari Bani Tamim dan ia berkata, ‘Shalat, shalat!’ Maka Ibnu Abbas marah dan menjawab, ‘Apakah Anda hendak mengajari aku sunah Nabi saw? Saya telah menyaksikan Rasulullah saw menjamak antara Zuhur dan Ashar, antara Maghrib dan Isya.’ Abdullah berkata, ‘Saya merasa ada ganjalan atas ucapannya Ibn Abbas tadi, maka saya ada menemui Abu Hurairah dan saya menanyainya tentang dibolehkan menjamak antara dua shalat, lalu diapun (Abu Hurairah) membenarkannya.’” Pensyarah itu mengatakan, “Isnad (sanad)nya sahih dan hadis tersebut telah diriwayatkan oleh Muslim.” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Musnad Ahmad bin Hanbal, Hadis no. 2156)
SAHIH MUSLIM:
“Aburrabi’ az-Zahrani memberitaan kepadaku, Hammad, dari Zubair bin al-Khirrit, dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, ‘Pada suatu hari Ibnu Abbas berkhotbah di Bashrah setelah Ashar hingga tenggelam matahari, dan bintang-bintang mulai muncul. Orang-orang berteriak, ‘Salat, salat!’ ia berkata, ‘Ibnu Abbas berkata, ‘Apakah kalian hendak mengajariku tentang sunah Nabi saw? celakalah kalian’ lalu ia berkata, ‘Saya telah melihat Rasulullah saw menjamak antara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya.” Abdullah bin Syaqiq berkata, ‘Ada sesuatu yang mengganjal di dadaku dari ucapannya Ibnu Abbas tadi, sehingga aku datangi Abu Hurairah untuk menanyakan hal tersebut, dan Abu Hurairah pun membenarkan perkataan Ibnu Abbas tadi.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih Muslim, hadis no. 1154)
SAHIH MUSLIM:
“Seseorang berkata kepada Ibnu Abbas ‘Salat’ kemudian diam. Ia berkata lagi, ‘Salat, kemudian diam. Ia berkata lagi, ‘Salat’, kemudian diam. Lalu Ibnu Abbas berkata, ‘Celakalah kalian, apakah kalian hendak mengajari aku tentang shalat? Dahulu kami menjamak antara dua salat di zaman Rasulullah saw.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih Muslim, Hadis no. 1155)
SAHIH BUKHARI:
“Al-Bukhari juga telah meriwayatkan dalam Shahih-nya, ‘Adam telah memberitahukan pada kami, ia berkata, ‘Syu’bah telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, ‘Amr bin Dinar telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, ‘Nabi saw melakukan shalat tujuh dan delapan.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih al-Bukhari, hadis no. 529)
SAHIH BUKHARI:
“Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, ia berkata, ‘Ibnu Umar, Abu Ayub, dan Ibn Abbas ra berkata, ‘Nabi saw telah shalat Maghrib dan Isya, (menjamak keduanya di salah satu waktunya).’” Pensyarah berkata, “Abu Ayub adalah Abu Ayub al-Anshari.” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih al-Bukhari)
SUNAN AN-NASA’I:
An-Nasa’i juga meriwayatkan dalam Sunan-nya: “Muhammad bin Abdul A’la memberitahukan kepada kami, ia berkata: ‘Khalid memberitakan kepada kami, ia berkata: ‘Ibn Juraih memberitakan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Abi Sya’sya, dari Ibn Abbas, ia berkata: ‘Saya shalat di belakang Rasulullah saw delapan bersamaan dan tujuh bersamaan.’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan an-Nasa’i, juz 1, hal. 290, hadis no. 599)
ABU DAWUD ATH-THAYALISI:
Abu Dawud ath-Thayalisi meriwayatkan dalam Musnad-nya hadis no. 2613, ia berkata: “Hammad bin Salmah memberitahukan kepada kami, dari Amr, dari Jabir, dari Ibnu Abbas: ‘Sesungguhnya Rasulullah saw shalat di Madinah tujuh dan delapan bersamaan.’” (Lihat referensi Ahlussunnah: Musnad Abu Dawud ath-Thayalisi, hadis no. 2613)
Telaah Kritis Terhadap Hadits “Prasangka”
SAHIH BUKHARI:
“Al-Bukhari dalam Shahih-nya telah meriwayatkan dengan syarah dari al-Kirmani. Ia berkata, ‘Telah memberitahukan kepada kami Nu’man, ia berkata, ‘Hamam yakni Ibnu Zaid memberitakan kepadaku dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, ‘Sesungguhnya Nabi saw melakukan shalat di Madinah tujuh dan delapan, Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya. Ayub berkata, ‘Mungkin itu terjadi pada suatu malam yang sedang hujan lebat, ia menimpali, ‘Mungkin saja.’” (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Shahih Bukhari, bab Mengakhirkan Shalat Zuhur ke Ashar, juz 4, hal. 19. Kitab Fathul Bary, oleh Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-Asqalani asy-Syafi’i, juz 2, hal. 23, bab Mengakhirkan Shalat Zuhur Hingga Waktu Ashar) à Sudah dibantah dengan hadits jamak solat tidak dalam hujan diatas tadi
IMAM MALIKI:
“Imam Malik bin Anas dalam kitab al-Muwaththa, telah meriwayatkan dalam kitab al-Muwaththa telah meriwayatkan dengan Syarah Muhammad az-Zarqani, ia berkata, ‘Diberitahukan kepadaku dari Malik, Ibnu Abi Zubair al-Makki, dari Sa’ad bin Jubair, dari Abdullah bin Abbas, bahwa ia telah berkata, ‘Rasulullah saw telah melakukan shalat Zuhur dan Ashar secara bersamaan, Maghrib dan Isya secara bersamaan, tidak dalam keadaan ketakutan dan tidak pula dalam perjalanan.’ Lalu Imam Malik berkomentar:’ Saya kira itu sepertinya dalam kondisi hujan.’” (Silahkan dirujuk didalam referensi kitab Ahlussunnah: al-Muwaththa, juz. 2, hal. 290, hadis no. 300 dan juz 1, hadis 2294, Syarah az-Zarqani) à Sudah dibantah dengan hadits jamak solat tidak dalam hujan diatas tadi
IMAM SYAFI’I:
Imam Syafi’i telah berkata dalam kitabnya al-Umm pada topik Perbedaan Waktu: “Ketika Rasulullah saw menjamak shalatnya di Madinah dalam kondisi aman (bukan peperangan) dan juga dalam kondsi beliau bermuqim (tidak bepergian). Maka pastilah hal itu akan berlawanan dengan hadis-hadis Ibnu Abbas yang menyebutkan waktu-waktu shalat yang dibawa oleh Jibril as kepada Rasulullah saw yang berjumlah 5 waktu yang secara kebetulan hadis-hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Imam Syafi’i melanjutkan: ‘Kami menyimpulkan bahwa jamak tersebut yang terjadi dalam kondisi hadir (tidak bepergian) pastilah ada penyebabnya (‘illah). Yaitu dalam kondisi hujan. Karena dalam kondisi seperti itu terdapat sebuah ‘illah masyaqqah (kesulitan), sebagaimana jamak dalam keadaan safar (perjalanan) terdapat ‘illah masyaqqah pula. Menurut kami, jamak tersebut dilakukan karena adanya hujan.’” (Silahkan dirujuk didalam referensi kitab Ahlussunnah: kesimpulan ucapan Imam Syafi’i, kitab al-Umm, juz. 4, hal. 65) à Sudah dibantah dengan hadits jamak solat tidak dalam hujan diatas tadi
IMAM SYAFI’I:
Ath-Thahawi berkata, “Telah memberitahukan kepada kami Isma’il bin Yahya, telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Idris (Syafi’i) ia berkata, ‘Telah memberitahukan kepada kami Amr bin Dinar, ia berkata, ‘Jabir bin Zaid telah memberitakan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas berkata, ‘Saya shalat bersama Rasulullah saw di Madinah delapan bersamaan dan tuju bersamaan.’ Saya berkata kepada Abu asy-Sya’tsa, ‘Saya ‘kira’ beliau saw telah mengakhirkan waktu Zuhur dan menyegerakan waktu Ashar, mengakhirkan waktu Maghrib dan menyegerakan waktu Isya. Ia menimpali, ‘Saya juga mengira begitu.’” (Silahkan dirujuk di dalam referensi kitab Ahlussunnah Imam Syafi’i: Izalatul Khathar, hal. 139 dari kitab Haula ash-Shalah) à Akan dibahas dibawah
IMAM (AHMAD) HANBALI:
Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya telah meriwayatkan dengan Syarah Ahmad Muhammad Syakir, ia berkata, “Sufyan telah memberitahukan kepada kami, Amr telah berkata, ‘Telah memberitahukan kepada kami Jabir bin Zaid bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas berkata, ‘Saya shalat bersama Rasulullah saw di Madinah delapan bersamaan dan tujuh bersamaan.’ Saya berkata kepada Abu asy-Sya’tsa, ‘Saya ‘kira’ beliau saw telah mengakhirkan waktu Zuhur dan menyegerakan waktu Ashar, mengakhirkan waktu Maghrib dan menyegerakan waktu Isya.’ Ia menimpali ucapan tadi, ‘Saya juga mengira begitu.’” Pensyarah Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Isnad (sanad)nya sahih”. (Lihat kitab referensi Ahlussunnah: Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad, hadis no. 1818) à Akan dibahas dibawah
IMAM NAWAWI:
(Lihat referensi Ahlussunnah: Syarah an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, juz 5, hal. 212-219, bab Boleh Menjamak Salat dalam Kondisi Muqim dan Safar)
Imam Nawawi dalam Syarah-nya berkata: “Adapun hadis riwayat Ibnu Abbas tadi yang menurut Imam Turmudzi ditolak secara aklamasi (ijma’) oleh seluruh ulama, pendapat ini tidak benar. Karena sebahagian mereka tetap mengamalkan hadis tersebut walaupun dengan beberapa penakwilan, yang diantaranya:
Bahwa jamak tersebut dilakukan karena adanya hujan. Pendapat ini sangat populer dibaca “masyhur” di kalangan para ulama besar terdahulu. Menurut Imam Nawawi: “Pendapat seperti ini sangat lemah dengan adanya riwayat yang menjelaskan “Bukan karena hujan.””
Di antara mereka ada yang mentakwilkan: “Shalat yang dilakukan kala itu (Zuhur) dalam keadaan mendung, setelah awannya tersingkap ternyata sudah masuk shalat Ashar. Maka Rasulullah saw langsung melakukan shalat Ashar. Menurut Imam Nawawi: “Pendapat ini juga tidak benar (dibaca bathil), karena hal seperti itu mungkin saja terjadi antara shalat Zuhur dan Asar (siang) tapi tidak mungkin hal ini terjadi antara shalat Maghrib dan Isya (malam).””
Di antara mereka ada yang mentakwilkan: “Shalat tersebut dilakukan dengan mengundurkan waktu shalat hingga akhir waktu.” Misalnya shalat Zuhur di akhir waktu Zuhur, setelah mengucapkan salam dari shalatnya maka tibalah waktu Ashar, maka dia melakukan shalat Ashar. Atau dengan istilah jamak shuri. Menurut Imam Nawawi: “Pendapat seperti ini pun sangat lemah bahkan bathil. Karena sangat bertentangan dengan zahir hadis jamak tadi. Sebab, pidato yang dilakukan oleh Ibnu Abbas dan ucapan beliau tentang dibolehkannya menjamak shalat tanpa uzur apa pun, serta legalisasi pembenaran atas ucapan Ibnu Abbas dari Abu Hurairah dan tidak ditolak olehnya, adalah bantahan yang paling ampuh dalam menolak takwil-takwil tadi di atas.”
Ada juga yang mengatakan bahwa menjamak shalat tanpa ada sebab adalah perbuatan yang masuk ke dalam lingkaran dosa besar sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas juga Umar bin Khattab: “Barang siapa yang menjamak antara dua shalatnya tanpa ada uzur, maka dia telah masuk ke dalam lingkaran dosa-dosa besar.” (Lihat referensi Ahlussunnah: Sunan Turmudzi, juz 1, hal. 136). Jawaban terhadap pernyataan ini: “Hadis di atas tadi dan sejenisnya sudah di dhaifkan oleh para ulama hadis Ahlussunnah sendiri dari sisi sanad serta matannya dalam kitab-kitab hadis. (Lihat referensi Ahlussunnah: Tuhfatul Ahwadzi, Ibnu Hajar dalam kitab at-Tahdzib, Sunan Turmudzi, adz-Dzahabi). Bahkan dikategorikan sebagai hadis PALSU.
SYIAH JUGA MEMBANTAH HADITS “PRASANGKA”:
Perhatikanlah ucapan Imam Syafi’I, Imam Hanbali, Imam Maliki dan Bukhari yg berkata “Saya kira” atau “Dugaan saya” atau “Mungkin saja” terhadap adanya kejelasan hadits-hadits sahih dan mutawatir dari jalur Ahlussunnah Wal Jama’ah yang secara mutlak membolehkan solat jamak tanpa uzur (tanpa halangan sedikitpun) yang semuanya berlandaskan perkiraan dan anggapan. Selain sudah dibantah dgn dalil-dalil sahih diatas tadi, sungguh Allah SWT dalam kitab Al-Qur’an telah mencela orang-orang yang meneliti satu riset namun atas dasar rekaan dan perkiraan dengan firman-Nya: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali prasangka saja. Sesungguhnya prasangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Tahu apa yang mereka lakukan.” (QS. Yunus: 36)

Kesimpulan:
Menggabungkan 2 solat (Zuhur-Ashar & Maghrib-Isya) TANPA ada halangan (uzur) sedikitpun, adalah mutlak dibenarkan. Karena hal itu tertulis sangat jelas didalam kitab-kitab sahih dari jalur Ahlussunnah itu sendiri. Syiah menyandarkan dalil/dasarnya selain dari para imam suci Ahlulbait, keluarga suci Rasulullah saw, Syiah juga meneliti dan mengkaji dasar-dasar agama islam itu dari kitab-kitab sahih besar yang diakui saudara seimannya, Ahlussunnah wal Jama’ah.
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Israa: 78)
Semoga dapat dikaji dengan hati yang bersih, pikiran yang cerah, dan akal yang sehat.:)

Tidak ada komentar: